BAB I ( Pengantar Ilmu Sosial
Dasar)
Sekarang ini banyak sekali kasus
kenakalan remaja yang terlihat. Seperti tawuran antar pelajar. Mereka berselisih
hanya karena perbedaan pendapat saja. Hal ini sering mengakibatkan korban jiwa.
Sudah seharusnya pertikaian seperti ini dapat dihentikan agar tidak merenggut
korban jiwa.
BAB II (Penduduk, Masyarakat, dan
Kebudayaan)
Kasus perang sampit antara suku madura
dan dayak. Dikarenakan adanya perbedaan
pendapat diantara kedua suku ini yang terjadi di daerah sampit. Lalu pihak suku
dayak meminta bantuan kepada suku dayak lainnya. Karena antar suku yang sama
ini memiliki solidaritas yang tinggi maka terjadilah bentrok diantara kedua
suku ini. Bentrok yang terjadi bukan hanya bentrok biasa, terjadinya
pembantaian diantara kedua suku tersebut. Pertikaian ini mengakibatkan banyaknya korban jiwa yang tewas
akibat pembantaian yang terjadi di sampit, ratusan nyawa tak bersalah pun
menjadi korban dalam perang suku itu tak terkecuali anak-anak.
Perang yang terjadi itu membuat suasana
menjadi mencekam, banyak kepala-kepala yang lepas dari tubuhnya akibat dipenggal
oleh orang dari kedua belah pihak yang bertikai tersebut. Dengan menggunakan
senjata tradisional Mandau, para warga bertikai saling membantai tanpa ada rasa
belas kasihan kepada warga lain yang sebenarnya tidak terlibat dalam pertikaian
yang terjadi itu. Masih kuatnya prinsip adat istiadat membuat warga saling
bertikai karena adanya warga yang menghina atau saling berselisih paham antar
warga lain membuat perang antar suku ini pun terjadi, tanpa melihat tentang
pedoman yang ada pada agama maupun etika dalam menyelesaikan masalah. Hanya
karena persoalan seperti ini, ratusan nyawa tak bersalah pun melayang pada
perang antar suku yang tidak mencerminkan sikap peri kemanusiaan dalam
menyelesaikan suatu masalah.
BAB III
(Individu, Keluarga, dan Masyarakat)
DUNIA ANAK-ANAK TERCEMAR NARKOBA
Narkoba tidak pandang bulu, siapa pun bisa menjadi
korbannya tak terkecuali anak-anak dan remaja. Dari 4 juta pengguna narkoba, 70
persen di antaranya adalah mereka yang berusia 14 hingga 20 tahun. Mengapa hal
ini bisa terjadi? Berikut laporannya. Tak salah jika kita mengatakan dunia
anak-anak dan remaja adalah masa yang paling indah. Jika kita isi dengan
hal-hal yang menyenangkan namun dunia ini akan menjadi neraka ketika mereka
terjebak dalam lingkaran setan narkoba.
Lihat saja anak-anak ini rata-rata mereka yang terlibat
narkoba ini telah terlibat sejak usia dini. Awalnya mereka menjadi korban
kemudian secara kecil-kecilan menjadi pengedar atau kurir. Biasanya anak-anak
ini mulai mencoba menghisap ganja, kemudian berlanjut kepada obat-obatan jenis
psikotropika lainnya. Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan akan obat terlarang
ini. Mereka bisa menjadi pengedar kecil-kecilan.
Keterlibatan anak-anak ini juga dikarenakan mudahnya
mereka mendapatkan barang-barang haram ini. Mulai dari nongkrong-nongkrong di
warung hingga mendatangi langsung sang bandar untuk membelinya.Tak bisa
dipungkiri anak-anak turut menjadi korban obat-obatan terlarang. Ironisnya,
mereka yang rentan terkena kasus narkoba ini biasanya akibat pengaruh
lingkungan seperti mereka yang biasa hidup di jalan dan permukiman kumuh.
Menurut penelitian organisasi perburuhan internasional
sekitar 20 persen anak-anak di Jakarta terlibat dan menjadi korban narkoba.
Kendati data pertahunnya tersangka kasus anak-anak menurun namun tetap saja
mengkhawatirkan. Selain kepolisian, orang tua tentunya harus menjadi ujung
tombak dalam perang melawan narkoba ini. Pasalnya deteksi awal gejala pengguna
narkoba bisa dilakukan oleh orang tua para pengguna narkoba ini biasanya
menunjukkan gejala menyendiri takut dengan orang lain, mudah tersinggung dan
sulit diajak bicara. Tentunya peran masyarakat harus lebih besar dalam mencegah
peredaran barang haram ini.
BAB IV (Pemuda
dan Sosialisasi)
Seratusan
Siswa Boedoet Bajak Bus Untuk Melayat Temannya
Septiana
Ledysia – detikNews
Jakarta-Ratusan siswa
SMK Negeri 1 Budi Utomo membajak dua bus Mayasari Bhakti nomor P7 jurusan Pulo
Gadung Grogol dan bus Karya Bhakti trayek Tanjung Priuk-Grogol. 100 siswa
tersebut menggunakan bus untuk datang ke peringatan meninggalnya kawan mereka
setahun yang lalu di daerah Kali Deres, Jakarta Barat.
"Siswa-siswa
itu naik di dekat sekolah mereka," kata Kapolsek Polsek Kalideres, Kompol
Danu Wiyata saat dihubungi wartawan, Senin (26/11/2012)
Danu mengatakan sebelumnya, kedua bus dihentikan di
perbatasan Cengkareng dan Kali Deres oleh tim gabungan dari Polsek Cengkareng
dan Kali Deres. "Ternyata siswa-siswa tersebut naik bus tanpa membayar dan
memaksa supir mengarahkan bus hingga Kali Deres," ujarnya. Danu juga
mengatakan pihak Polsek Kali Deres kemudian mengumpulkan siswa di Pos Polisi
Daan Mogot. Menurutnya, saat itu para siswa tersebut membahayakan diri mereka
dan pengguna jalan lain karena sebagian naik ke kap bus. Danu menambahkan, saat
siswa-siswa tersebut diperiksa polisi tak menemukan potensi tawuran pada
rombongan tersebut. "Orang tua almarhum juga sudah dipanggil dan
membenarkan bahwa siswa-siswa itu akan melayat," ujar Danu.
Usai diberi pengarahan, siswa kemudian dikawal hingga
Grogol dan dipersilakan pulang ke rumah masing-masing.
BAB V (Warga Negara dan Negara)
Dalam hal perkawinan campuran antara
negara asli indonesia dengan Negara Lain, dalam perundang-undangan di
Indonesia, perkawinan campuran didefinisikan dalam Undang-undang No.1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, pasal 57 : ”yang dimaksud dengan perkawinan campuran
dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia
tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah
satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”.
Persoalan yang rentan
dan sering timbul dalam perkawinan campuran adalah masalah kewarganegaraan
anak. UU kewarganegaraan yang lama menganut prinsip kewarganegaraan tunggal,
sehingga anak yang lahir dari perkawinan campuran hanya bisa memiliki satu
kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan bahwa yang harus diikuti
adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan ini menimbulkan persoalan apabila di
kemudian hari perkawinan orang tua pecah, tentu ibu akan kesulitan mendapat
pengasuhan anaknya yang warga negara asing.
Definisi anak dalam
pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
Dengan demikian anak
dapat dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap melakukan perbuatan
hukum. Seseorang yang tidak cakap karena belum dewasa diwakili oleh orang tua
atau walinya dalam melakukan perbuatan hukum. Anak yang lahir dari perkawinan campuran
memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda
sehingga tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda. Berdasarkan UU
Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya, namun
berdasarkan UU Kewarganegaraan yang baru anak akan memiliki dua
kewarganegaraan.
BAB VI (Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat)
Kasus Ade Irma misalnya, setelah 2 tahun
memperjuangkan haknya mendapatkan pelayanan kesehatan, oleh Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo baru bisa menerimanya. Walau keberhasilannya itu, harus dibayar mahal
dengan nyawanya yang tidak tertolong. Ade, satu diantara sekian banyak pemilik
sah kartu keluarga miskin yang ditolak keluhan kesehatannya oleh rumah sakit.
Risma Alfian, bocah pasangan Suharsono (25) dan Siti Rohmah (24), sudah empat
belas bulan tergolek lemah di atas tempat tidurnya. Kepalanya yang terus
membesar membuat Risma tidak bisa bangun. Sejak umur satu bulan, Risma sudah
divonis terkena hydrocephalus (kelebihan cairan di otak manusia sehingga kepala
penderita semakin besar).
Bidan tempatnya menerima imunisasi, meminta Risma
segera menjalani operasi atas kelainan kepalanya itu. Operasi tidak serta merta
bisa dilakukan lantaran butuh biaya yang begitu besar untuk mendanainya. Bahkan
dengan memiliki kartu Gakin yang diperolehnya dengan susah payah, juga tidak
mampu bisa membawa Risma dalam perawatan medis. Risma ditolak RSCM lantaran
tidak indikasi untuk dirawat.
BAB VII (Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan)
Kehidupaan
masyarakat desa berbeda dengan masyarakat kota. Perbedaan yang paling mendasar
adalah keadaan lingkungan, yang mengakibatkan dampak terhadap personalitas dan
segi-segi kehidupan. Kesan masyarakat kota terhadap masyarakat desa adalah
bodoh, lambat dalam berpikir dan bertindak, serta mudah tertipu dsb. Kesan
seperti ini karena masyarakat kota hanya menilai sepintas saja, tidak tahu, dan
kurang banyak pengalaman.Untuk memahami masyarakat pedesaan dan perkotaan tidak
mendefinisikan secara universal dan obyektif. Tetapi harus berpatokan pada
ciri-ciri masyarakat. Ciri-ciri itu ialah adanya sejumlah orang, tingal dalam
suatu daerah tertentu, ikatan atas dasar unsur-unsur sebelumnya, rasa
solidaritas, sadar akan adanya interdepensi, adanya norma-norma dan
kebudayaan.Masyarakat pedesaan ditentukan oleh bentuk fisik dan sosialnya,
seperti ada kolektifitas, petani individu, tuan tanah, buruh tani, nelayan
dsb.Masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan masing-masing dapat
diperlakukan sebagai sistem jaringan hubungan yang kekal dan penting, serta
dapat pula dibedakan masyarakat yang bersangkutan dengan masyarakat lain. Jadi
perbedaan atau ciri-ciri kedua masyarakat tersebut dapat ditelusuri dalam hal
lingkungan umumnya dan orientasi terhadap alam, pekerjaan, ukuran komunitas,
kepadatan penduduk, homogenitas-heterogenotas, perbedaan sosisal, mobilitas
sosial, interaksi sosial, pengendalian sosial, pola kepemimpinan, ukuran
kehidupan, solidaritas sosial, dan nilai atau sistem lainnya. Contohnya dalam
lapangan pekerjaan, sebagian besar masyarakat pedesaan lebih tertarik untuk
mencari nafkah di kota, karena di kota lebih luas lapangan kerjanya dari pada
di desa, lain halnya masyarakat kota yang selalu memilih tempat liburan ketika
ingin mendinginkan fikiran dan hati karena padatnya kehidupan di kota
kebanyakan memilih berliburan di daerah - daerah pedesaan.
BAB VIII
(Pertentangan Sosial dan Integerasi Masyarakat)
JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Sekretaris Fraksi PDI-P, Jacobus Majong Padang, mengaku miris
atas terjadinya ketimpangan hukum yang kini sedang dipertontonkan oleh
pemerintahan SBY-Boediono. Politisi yang kerap disapa Kobu ini berujar, kaum
Marhaen—sebutan kaum proletar—kini seakan makin diproklamasikan tertindas,
belum merdeka.
"Yang dipertontonkan jelas
sekali, perlakuan hukum yang tidak adil. Contoh konkret nenek Minah di
Banyumas, Jawa Tengah. Dia dihukum 1,5 bulan karena mencuri 3 buah kakao di
kebun. Meski sudah berusaha meminta maaf, aparat tetap menegakkan hukum. Dalih,
menegakkan hukum adil bagi yang melanggar hukum," kata Kobu, Sabtu
(21/11).
Menurut Kobu, aparat
hukum dalam kasus hukum yang dihadapi Minah berusaha menegakkan hukum seakan
demi keadilan. Hal ini seakan kontras dengan apa yang terjadi, baik terhadap
dugaan penyuapan yang dilakukan Anggodo Widjojo, maupun kasus skandal aliran
dana Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun.
"Terkesan, aparat penegak
hukum ingin menutupi adanya pencurian uang negara sebesar Rp 6,7 triliun di Bank
Century. Keadilan sangat mahal di negeri ini. Kaum Marhaen memang belum
merdeka. Pemerintah jangan pertontonkan ketimpangan hukum," kata Kobu
lirih.
BAB
IX (Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Kemiskinan)
Warga Miskin Jakarta Bakal Punya Dokter Pribadi
Ada terobosan lainnya yang akan dilakukan Pemerintah
DKI Jakarta periode Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama ini. Selain akan
meluncurkan Kartu Jakarta Sehat pada 10 November, Jokowi ingin warga miskin
memiliki dokter pribadi. Sehingga penyakit yang diderita bisa segera
didiagnosis dan ditangani. Caranya dengan melibatkan mahasiswa fakultas
kedokteran di beberapa universitas yang melakukan praktek kerja nyata.
"Ingin sekali setiap rumah tangga miskin punya dokter pribadi," ujar
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, di Balai Kota Jakarta,
Sabtu 3 November 2012.
Dengan itu, penyakit yang diderita warga miskin bisa
segera diketahui. Jika penyakit yang diderita cukup parah, warga pun bisa
langsung dirujuk ke rumah sakit yang terdekat. Selain itu, kata Basuki, pihak
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) membuat standar operasional prosedur
(SOP) untuk rujukan agar bisa diterapkan di RSUD milik DKI maupun puskesmas.
"Sehingga nantinya warga tidak menyerbu ke RSCM, tapi bisa disebar ke RSUD
dan puskesmas di Jakarta," ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Dien Emmawati,
mengatakan pihaknya bekerja sama dengan 11 universitas yang ada di Jakarta.
Antara lain Universitas Indonesia, Trisakti, Atmajaya, Universitas Islam
Jakarta, Yarsih, dan Tarumanegara. "Kami akan maksimalkan ko-as
(ko-asisten atau asisten dokter) di fakultas kedokteran yang ada di
Jakarta," ujarnya. Menurut Dien, untuk memaksimalkan program itu
dibutuhkan 500 tenaga. Sebab ada sebanyak 1,2 juta warga miskin yang harus
dilayani. "Se-Jakarta butuh 500 ko-as, untuk melayani 1,2 juta jiwa warga
miskin," ujar dia.
BAB X (Agama dan Masyarakat)
Kerusuhan Ambon
(Maluku) yang terjadi sejak bulan Januari 1999 hingga saat ini telah memasuki
periode kedua, yang telah menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang cukup
besar serta telah membawah penderitaan dalam bentuk kemiskinan dan kemelaratan
bagi rakyat di Maluku pada umumnya dan kota Ambon pada khususnya.Kerusuhan
Ambon (Maluku) yang semula menurut pemahaman kalangan masyarakat awam sebagai
sebuah tragedi kemanusiaan yang disebabkan oleh suatu tindak/peristiwa kriminal
biasa, ternyata berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan adalah
merupakan sebuah rekayasa yang direncanakan oleh orang atau kelompok tertentu
demi kepentingannya dengan mempergunakan isu SARA dan beberapa faktor internal
didaerah (seperti kesenjangan ekonomi, diskriminasi dibidang pemerintahan dll)
untuk melanggengkan skenario yang ditetapkan.Begitu matangnya rencana yang
dilakukan yang diikuti dengan berbagai penyebaran isu yang menyesatkan, seperti
adanya usaha-usaha dari kelompok separatis RMS (Republik Maluku Selatan) yang
sengaja diidentifisir dengan Republik Maluku Serani (Kristen), adanya usaha
untuk membantai umat Islam di Maluku, keterlibatan preman Kristen Jakarta, isu
pemasokan senjata kepada umat Kristen di Maluku dari Israel dan Belanda, serta
berbagai isu menyesatkan lainnya telah menimbulkan semakin kuat dan
mengentalnya sikap dan prilaku fanatisme terhadap masing-masing agama (Islam
dan Kristen).Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan ABRI untuk
mengklarifikasi isu-isu yang tidak bertanggung jawab tersebut ternyata tidak
mampu meredam kekuatan dari mereka yang menginginkan agar kerusuhan Ambon
(Maluku) terus diperpanjang dan diperluas.Penciptaan kondisi ini semakin
menguat ketika ABRI (TNI dan Polri) telah dengan sengaja ikut menciptakan
konflik yang berkepanjangan melalui penanganan pengendalian keamanan yang tidak
profesional dan terkesan bertendensi mengipas-ngipas agar kerusuhan di Maluku
tak kunjung selesai.Peranan Pemerintah Daerah, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama,
Militer serta komponen bangsa lainnya yang ada di daerah melalui berbagai upaya
rekonsiliasi untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai hanya bersifat
"semu" belaka. Satu dan lain hal disebabkan karena tidak ada kemauan
yang transparan dalam upaya menyelesaikan pertikaian, juga upaya rekonsiliasi
lebih bersifat Top Down dan bukan Bottom Up.
Nama : Aditya Nugroho
NPM :10113245
Kelas : 1KA08